Langsung ke konten utama

HUKUM ISTRI GUGAT CERAI SUAMI

Dalam kehidupan, banyak kejadian dan cerita hidup yang harus kita jalani meskipun hal tersebut sebenarnya tidak ingin kita lalui, perjalanan dalam kehidupan ini akan menemukan berbagai macam cerita yang sulit kita jelaskan, salah satunya seperti kehidupan berumah tangga. Bahwa dalam kehidupan berumah tangga ini akan dilalui oleh sebagian besar setiap manusia dan didalam kehidupan berumah tangga akan banyak liku-liku kehidupan yang naik turun, susah senang, sakit sehat, dll. Perjalanan kehidupan berumah tangga ini ada sebagian yang mengalami kehancuran/perceraian disebabkan oleh berbagai masalah yang mungkin sudah tidak sanggup lagi keduabelah pihak untuk tetap bersama. Disinilah kita akan menemukan pertanyaan besar yang pada dasarnya kita sudah mengetahui mengenai hukum pernikan dalam islam, bahwa jika sudah kedua belah pihak antara laki-laki dan perempuan telah menika maka hak sepenuhnya atas perempuan tersebut menjadi tanggung jawab laki-laki atau suami, sebab di dalam perkawinan ter...

Status Calon Kepala Daerah dari Anggota DPR atau DPD

Calon Kepala Daerah dari Anggota DPR atau DPD.!!!
Wajib Mengundurkan DIRI

Mengawali tulisan mengutif  sebuah kalimat “Semua orang bisa tahan dengan kesengsaraan, tapi bila kau ingin mengetahui karakter seseorang, berilah dia kekuasaan” menurut Abraham Lincoln.
Tahun 2019 selesai dengan pesta demokrasi yang kita kenal Pemilu Legislatif dan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Tahun 2020 kita kembali akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah. Baik pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan walikota dan wakil walikota. Dimana figur-figur calon kepala daerah kini sudah bermunculan, ada petahanan, ada akademisi, ada profesional, ada agamawan, tidak tinggal juga dari kalanan legislatif yang mungkin belum berumur jagung baru dilantik kemarin’’’.
Berkaca pada Pemilu 2018 di Kota Bengkulu, pada saat pemilihan Walikota dan Wakil Walikta wajah-wajah dari anggota legislatif mewarnai pesta demokrasi pemilihan kepala daerah. Pada tahun 2020 di Provinsi Bengkulu akan melakukan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubvernur bersamaan dengan Pemilihan 8 (Delapan) Bupati dan Wakil Bupati di 8 (Delepan) Kabupaten. Maka cukup menarik bagaimana kita melihat anggota DPRD yang maju Pemilihan Kepala Daerah beserta beberapa hal penting terkait syarat keikutsertaan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sudah sama-sama kita ketahui bersama sangat banyak elit kepala daerah berasal dari anggota legislatif.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 disebutkan setiap warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur, calon bupati, dan calon walikota adalah yang memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-Undang diantaranya cukup memberitahukan pencalonannya sebagai gubernur, bupati, dan walikota kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau kepada pimpinan DPRD bagi anggota DPRD.
Pemberitahuan ini tertuang pada Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Aturan ini, kemudian diperkuat kembali melalui Pasal 7 huruf s Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015  Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dalam kedua pasal tersebut disebutkan: "memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah".
Dalam perkembangnaya kedua Pasal ini mengalami perubahan, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XIII/2015[1] tanggal 6 Juli 2015 yang di ketuai Arif Hidayat, yang secara tegas bahwa calon kepala daerah yang berasal dari anggota DPR, DPD, DPRD harus mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai peserta pemilihan kepala daerah yang kemudian diperkuat dengan  putusan MK yang dibacakan tanggal 28 November 2017 menolak uji materi Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 atas perkara No. 45/PUU-XV/2017 yang diajukan Abdul Wahid,[2] anggota DPRD Provinsi Riau periode 2014-2019. Sehingga regulasi pemilihan kepala daerah tidak mengalami perubahan sebagaimana tertuang pada UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Maka menarik bagi penulis mengutif sebuah paragraf dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XIII/2015, disebutkan: “Dikatakan tidak proporsional (dan karenanya tidak adil) karena terhadap proses yang sama dan untuk jabatan yang sama terdapat sekelompok warga negara yang hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinannya jika hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, yaitu dalam hal ini warga negara yang berstatus sebagai anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD. Alasan pembentuk Undang-Undang bahwa jabatan DPR, DPD, dan DPRD adalah bersifat kolektif kolegial, sehingga jika terdapat anggota DPR, DPD, atau DPRD mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak menggangu pelaksanaan tugas dan fungsinya, tidaklah cukup untuk dijadikan alasan pembedaan perlakuan tersebut. Sebab orang serta-merta dapat bertanya, bagaimana jika yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah itu adalah Pimpinan DPR, atau Pimpinan DPD, atau Pimpinan DPRD, atau bahkan Pimpinan alat kelengkapan DPR, DPD atau DPRD? Bukankah hal itu akan menimbulkan pengaruh terhadap tugas dan fungsinya? 157 Sebab, paling tidak, jika nantinya yang bersangkutan terpilih, hal itu akan berakibat dilakukannya proses pemilihan kembali untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan oleh yang bersangkutan. Dengan demikian, persoalannya bukanlah kolektif kolegial atau bukan, tetapi menyangkut tanggung jawab dan amanah yang telah diberikan oleh masyarakat kepada yang bersangkutan”.
Pada Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 disebutkan "menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan".
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah tahun 2020 kembali menjadi perdebatan panas soal pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang maju kepala daerah. Bahkan menarik apa yang disampaikan Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) yang digelar pada tanggl 24-28 Juni 2019 di  Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Provinsi NTT: “Satu dari Rekomendasi yang di hasilkan dari Musyawarah Nasional Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) yang digelar pada tanggl 24 – 28 Juni 2019 di  Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Provinsi NTT adalah meminta pemerintah melakukan revisi terhadap undang-undang Pemilu maupun undang-undang Pilkada. Pasalnya  salah satu syarat untuk maju dalam undang-undang Pilkada menyebut bahwa jika Aggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota maupun DPR RI  jika hendak maju mencalonkan diri dalam pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah harus mengundurkan diri. Hal ini dianggap sangat merugikan para calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah  yang berasal dari DPRD  mengingat proses  diperolehnya status dan jabatan ini sama-sama dari rakyat. “Terkait persyaratan ini dimana anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota jika maju dalam Pilkada harus mengundurkan diri,  ini kami merasa hak politik kami dirugikan sebab kami dengan kepala daerah sama-sama dipilih oleh rakyat. Kalaupun ada pengecualian ya itu hanya presiden saja selain itu tak ada,” kata Boy Dawir salah satu Anggota Komisi IV DPRD yang mengikuti acara Munas ADPSI di Labuan Bajo sabtu.”.[3]
Proses Revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 masih bergulir di DPR, dengan segudang persoalan tidak hanya persoalan karakter elit anggota DPR, DPRD, dan DPD yang memiliki orientasi kekuasaan. Banyaknya nomenklatur yang kontradiktif baik berdasarkan UU Pemilu 2019 dengan UU Pemilihan Kepala Daerah, juga berdasarkan evalusi paskan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Percepatnya proses revisi ini menjadi kebutuhan mendasar dan mendesak bicara tahapan Pilkada 2020 yang sudah dimulai berdasarkan PKPU 15 Tahun 2019[4] yang sudah disyahkan KPU RI.
Mengingatkan kembali para pengambil kebijakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan binding. Bagaimana suara itu terdengar lantang dan keras, sangat humanis dan terhormat dalam mengawal sengketa Pilpres kemaren. Maka dalam hal ini semoga suara lantang dan karisma itu tetap ada. Dengan sifatnya yang demikian, tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh untuk mengoreksi putusan MK. Tinggal bagaimana anggota DPR dan Pemerintah (Presiden) menyikapi dan menindaklanjuti dari putusan tersebut selaku pemegang kekuasaan hukum.
Walaupun faktanya banyak putusan MK tidak secara langsung mendapat respons lanjutan oleh DPR untuk dilakukan amandemen atau penyesuaian dengan hasil putusan MK. Seperti proyek mangkrak.!!! Dalam praktek atau implementasinya, DPR tidak langsung menindak lanjuti putusan MK, sehingga eksekusi putusan MK ternyata tidak mudah. Setidaknya dua faktor penting yang akan mempengaruhi sikap DPR untuk melakukan legislative review, yaitu pertama adalah berkaitan dengan substansi putusan MK yang kontroversial. Kedua adalah berkaitan mekanisme dan sistem pengajuan RUU di DPR yang terencana dan terpadu dalam instrumen program legislasi nasional. Semoga semangat menjaga konstusi menjadi kewajiban bersama.!!! Termasuk DPR dengan karakternya.
Penulis adalah Masyarakat Pinggiran Kota Bengkulu
Awang Konaevi, S.H




[2] https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=13920. Diambil Pukul 11.23 WIB tanggal 25 Oktober 2019.
[4] Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM ISTRI GUGAT CERAI SUAMI

Dalam kehidupan, banyak kejadian dan cerita hidup yang harus kita jalani meskipun hal tersebut sebenarnya tidak ingin kita lalui, perjalanan dalam kehidupan ini akan menemukan berbagai macam cerita yang sulit kita jelaskan, salah satunya seperti kehidupan berumah tangga. Bahwa dalam kehidupan berumah tangga ini akan dilalui oleh sebagian besar setiap manusia dan didalam kehidupan berumah tangga akan banyak liku-liku kehidupan yang naik turun, susah senang, sakit sehat, dll. Perjalanan kehidupan berumah tangga ini ada sebagian yang mengalami kehancuran/perceraian disebabkan oleh berbagai masalah yang mungkin sudah tidak sanggup lagi keduabelah pihak untuk tetap bersama. Disinilah kita akan menemukan pertanyaan besar yang pada dasarnya kita sudah mengetahui mengenai hukum pernikan dalam islam, bahwa jika sudah kedua belah pihak antara laki-laki dan perempuan telah menika maka hak sepenuhnya atas perempuan tersebut menjadi tanggung jawab laki-laki atau suami, sebab di dalam perkawinan ter...

APA ITU CINTA DAN SAYANG

Perbedaan antara cinta dan sayang yang umum dipahami seperti yang penulis ambil di google serta pendapat-pendapat yang perna penulis terima, dari pemahaman serta tafsir penulis cukup berbeda makna dan arti serta posisi cinta itu, diantaranya akan penulis uraikan, yaitu: Cinta sudah pasti disertai dengan perasaan sayang. Namun, perasaan sayang belum tentu disertai dengan perasaan cinta. Penjelasan Cinta adalah emosi yang terbentuk dari perasaan kasih sayang, perhatian, dan keintiman. Cinta juga bisa diartikan sebagai perasaan yang indah dan mewah, yang lebih mendalam daripada sayang. Sayang adalah perasaan lembut yang berbalut ketulusan dan tidak mengharapkan balasan. Sayang merupakan salah satu respons dalam diri manusia untuk menunjukkan empati, kepedulian, perhatian, dan rasa ingin melindungi terhadap manusia lainnya. Cinta dan sayang memiliki perbedaan yang cukup kontras, tetapi keduanya merupakan perasaan positif yang dapat memberikan kebahagiaan kepada mental manusia. Contoh perbe...

MENGASINGKAN DIRI

Mengasingkan diri adalah tindakan untuk memisahkan diri dari orang lain atau masyarakat, baik secara fisik maupun emosional. Mengasingkan diri dapat memiliki alasan dan dampak yang berbeda-beda. Dalam konteks spiritual, "suluk" atau "mengasingkan diri" (uzlah) berarti menempuh jalan menuju Tuhan dengan meninggalkan sementara hal-hal duniawi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Alasan Mengasingkan Diri Kebutuhan akan Privasi: Beberapa orang mungkin merasa perlu untuk mengasingkan diri untuk memiliki privasi dan waktu untuk diri sendiri. Menghindari Stres: Mengasingkan diri dapat menjadi cara untuk menghindari stres dan tekanan dari lingkungan sekitar. Mengatasi Masalah Emosional: Mengasingkan diri dapat menjadi cara untuk mengatasi masalah emosional, seperti depresi atau kecemasan. Mencari Kesunyian: Beberapa orang mungkin merasa perlu untuk mengasingkan diri untuk mencari kesunyian dan ketenangan. Mengembangkan Diri: Mengasingkan diri dapat menjadi cara untuk mengemba...