Langsung ke konten utama

HUKUM ISTRI GUGAT CERAI SUAMI

Dalam kehidupan, banyak kejadian dan cerita hidup yang harus kita jalani meskipun hal tersebut sebenarnya tidak ingin kita lalui, perjalanan dalam kehidupan ini akan menemukan berbagai macam cerita yang sulit kita jelaskan, salah satunya seperti kehidupan berumah tangga. Bahwa dalam kehidupan berumah tangga ini akan dilalui oleh sebagian besar setiap manusia dan didalam kehidupan berumah tangga akan banyak liku-liku kehidupan yang naik turun, susah senang, sakit sehat, dll. Perjalanan kehidupan berumah tangga ini ada sebagian yang mengalami kehancuran/perceraian disebabkan oleh berbagai masalah yang mungkin sudah tidak sanggup lagi keduabelah pihak untuk tetap bersama. Disinilah kita akan menemukan pertanyaan besar yang pada dasarnya kita sudah mengetahui mengenai hukum pernikan dalam islam, bahwa jika sudah kedua belah pihak antara laki-laki dan perempuan telah menika maka hak sepenuhnya atas perempuan tersebut menjadi tanggung jawab laki-laki atau suami, sebab di dalam perkawinan ter...

Melihat Kemeriahan Pelantikan DPR di Hari Kesaktian PANCASILA

Setiap tanggal 1 Oktober kita semua Bangsa Indonesia selalu peringati sebagai Hari Kesaktian Pancasila, hal ini dimaksudkan agar bangsa Indonesia mengingat lagi kekejaman Gerakan 30 September atau G30S/ PKI yang menewaskan enam jenderal dan satu ajudan pada 30 September 1965. Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa aktor dan apa motif di belakangnya. Akan tetapi otoritas militer dan kelompok keagamaan terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis, untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965–1966. Gejolak yang timbul akibat G30S PKI sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Berbeda dengan Hari Kesaktian Pancasila, Hari Lahirnya Pancasila merupakan peringatan cikal bakal Pancasila dijadikan lambang negara. Mulai tahun 2017, Hari Lahir Pancasila ditetapkan sebagai hari libur nasional menurut Keppres No. 24 Tahun 2016. Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan") pada tanggal 1 Juni 1945.
Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal ‘Pancasila’ pertama kali ditemukan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul. Pidato tersebut baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK Dr Radjiman Wedyodiningrat. Sebutan tersebut dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut.
Sedangkan Hari Kesaktian Pancasila diperingati karena ideologi Pancasila kembali dikuatkan oleh pemerintah pasca peristiwa G30S. Pada masa pemerintahan Soeharto, hal besar itu adalah legitimasi pemerintah mengembalikan Pancasila pada ideologi negara dan menolak paham selain Pancasila. Munculnya Hari Kesaktian Pancasila juga untuk menguatkan ideologi negara sebagai landasan cita-cita kebangsaan. Peringatan ini juga agar masyarakat selalu dapat merenungkan dan mengimplementasikan kembali nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila dalam setiap tata kehidupan berbangsa dan benegara.
Tepat hari Selasa tanggal 1 Oktober 2019 kemarin, bertepatan dengan Hari Kesaktain Pancasila bersamaan dengan itu juga bersamaan dengan dilantiknya 575 anggota DPR RI yang terpilih dalam Pemilu 2019 dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pengambilan sumpah jabatan anggota DPR RI kemarin dipandu langsung oleh Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali. Sebelum pengambilan sumpah, Hatta Ali mengingatkan kepada 575 anggota DPR bahwa sumpah dan janji ini harus dipenuhi.
Berikut bunyi sumpah dan janji yang diucapkan para anggota DPR:
"Saya bersumpah saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan pedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Sumpah itu selain disaksikan Bangsa Indonesia, tentu juga ikrar suci ini langsung disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dibalik kemerian dan optimisme dengan telah dilantiknya DPR RI yang baru, semua pasti berharap dan berdoa agar kedepanya baik kinerja maupun moral wakil rakyat di senayan akan lebih baik lagi.
Menarik didalam sumpah itu ditegaskan Ikrar DPR dalam menjalankan kewajiban sebagai wakil rakyat harus ... sesuai dengan pedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Dengan merenungi sumpah sebagai wakil rakyat di DPR, tentu kedepan ada beban moral dan nilai disetiap ponda wakil rakyat. Khususnya dalam setiap menjalankan kewajiban anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya demi mewujudkan cita-cita kemerdekaan, bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hal tersebut tidak hanya telah menunjukan cermin nilai moral maupun hukum, namun sudah mencerminkan pola-pola kehidupan berbangsa maupun bernegara di Indonesia. Itula cerminan wakil rakyat yang benar-benar terilhami dari nilai Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara.
Sebagai wakil rakyat yang diberi kepercayaan besar untuk menjalankan kewajiban, tentu kedepan nilai moral itu harus terimplementasikan dalam pola sikap, tindak, maupun kerja yang bekerja dengan sungguh-sungguh demi tegaknya kehidupan demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongan.
Tidak lagi bicara lagi kepentingan Partai A atau B maupun kepentingan C, tidak lagi bicara kepentingan pribadi dengan agenda-agenda yang pada akhirnya hanya akan mencidrai DPR itu sendiri sebagai wakil dan pemegang mandat rakyat.
Perlu diketahui bersama, dibalik kemeriaan Acara Ijab Kabul DPR RI tanggal 1 Oktober. Gelombang aksi baik dari Mahasiswa, Elemen masyarakat sipil, akademisi, dan berbagai elemen masyarakat Indonesia masih mewarnai kemeriana pesta ini. Baik aksi di Jakarta maupun di berbagai daerah Indonesia, tentu hal ini semua tidak bisa dikorelasikan dengan Pelantikan DPR RI. Namun yang perlu kita cermati dan nilai dengan akal sehat bersama sebagai besar tuntutan aksi tersebut terkait beberapa regulasi yang sedang dan/atau sudah dibuat oleh DPR, dan merupakan tugas dan kewajiban bagi wakil rakyat baik yang sedang duduk dan/atau akan duduk kembali. Maka sangat salah benar kalau kita menilai persoalan ini hanya bicara siapa yang duduk, atau akan dilantik hari ini.
Sebagai contoh dengan disyahkanya RUU KPK, pro kontra pun terjadi dimasyarakat. Keterlibatan DPR dalam seleksi pimpinan KPK yang baru, dengan terpilihnya salah satu unsur pimpinan KPK yang berdasarkan data dan pernyataan dari KPK bermasalah secara etik juga menambah deretan panjang keterlibatan DPR dalam mengambil sikap sebagai wakil rakyat yang menimbulkan kontroversi ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini.
Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menyebut DPR dan pemerintah seakan sengaja memilih mengesahkan RUU KPK di akhir masa jabatan.[1] Pertimbangan utama dari pilihan itu disebut Arya karena DPR dan pemerintah tak lagi dibebani risiko politik, terutama ketakutan tidak terpilih kembali pada masa jabatan berikutnya.
Terlihat adanya tindakan nyata dari DPR maupun Pemerintah yang mengabaikan aspirasi rakyat dan masyarakat sipil dalam kasus pemilihan unsur pimpinan KPK  dan Revisi UU KPK adalah salah satu cermin wajah parlemen periode 2014-2019.
Perlu kita ingat dan baca kembali bagaimana penegasan fungsi DPR dalam Pasal 20A Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 fungsi DPR yaitu ;
1. Fungsi Legislasi : yaitu DPR memegang kekuasaan dalam membentuk undang-undang.
2. Fungsi Anggaran : yaitu DPR membahas dan memberikan sebuah persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap sebuah rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh presiden.
3. Fungsi Pengawasan : yaitu DPR melaksanakan sebuah pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.
Dalam menjalankan fungsi berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, DPR juga memiliki hak yang berhubungan dengan fungsi dan wewenang sebagai DPR. Hak-hak tersebut diantaranya Hak Interpelasi yaitu hak DPR untuk meminta sebuah keterangan kepada pemerintah yang mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada sebuah kehidupan masyarakat, bangsa, dan bernegara. Hak Angket yaitu hak DPR untuk melakukan sebuah penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada sebuah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan sebuah peraturan perundang-undangan. Hak Menyatakan Pendapat yaitu hak DPR yang dilakukan untuk menyatakan sebuah pendapat atas kebijakan pemerintah dan kejadian dari luar biasa yang terjadi di tanah air dan dunia internasional, dan hak-hak lainya yang diberikan peraturan. Tidak berjalannya Hak interpelasi DPR, dapat dilihat dengan naiknya harga BBM di subuh hari yang dilakukan oleh Pemerintah. Kritik DPR hanya lebih pada agenda politis semata, kemudian hilang tanpa kejelasan sebagai wakil rakyat.
Selain hak interpelasi, DPR dibekali dua instrumen lain dalam menjalankan fungsi pengawasan yakni hak angket dan hak menyatakan pendapat. Salah satu dari ketiga instrumen itu bisa digunakan jika sewaktu-waktu kinerja pemerintah dinilai tidak maksimal.
Berdasarkan laporan kinerja sejak tahun 2014 hingga 2019, DPR tercatat baru dua kali mengajukan hak angket kepada pemerintah.[2]
Pertama adalah hak angket PT Pelindo II yang dilanjutkan dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) angket Pelindo II pada 13 Oktober 2015. Kedua pengajuan hak angket Tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan KPK pada tahun 2017.
Dua hak angket beserta Pansus yang diajukan DPR untuk mengawasi kedua kasus tersebut pun diragukan efektifitasnya. Sebab, tak semua hasil rekomendasi kerja Pansus hak angket DPR itu dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Rekomendasi Pansus Hak Angket Pelindo II menjadi contoh terhangat. Hak angket Pelindo II digunakan untuk mengawal kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di Pelindo II oleh DPR.
Salah satu poin krusial yang dibacakan dalam rekomendasi akhir Pansus dalam Rapat Paripurna yang digelar pada Desember 2015 silam adalah mendesak Jokowi mencopot Menteri BUMN Rini Soemarno. Rini, menurut Pansus Pelindo II, dianggap telah melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Rekomendasi itu bahkan sempat dilaporkan kembali oleh Pansus Pelindo II pada masa rapat paripurna 24 Mei 2019. Namun, rekomendasi yang seharusnya bersifat mengikat itu seperti menjadi sebatas imbauan. Rini Soemarno sampai detik ini masih menjabat sebagai Menteri BUMN.
Komisi-komisi di DPR, menurut data yang dihimpun Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) juga menindaklanjuti sejumlah temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2018.
Formappi turut menyoroti beberapa tim pengawas maupun tim pemantau yang dibentuk oleh DPR periode 2014-2019 untuk mengawasi pemerintah terlihat tak jelas kegiatan dan hasilnya.
Beberapa tim pengawas antara lain Tim pengawas UP2DP, Tim Reformasi DPR, Tim Pengawas Wilayah Perbatasan, hingga Tim Pemantau UU Otsus. Tim yang terakhir menjadi paling disoroti karena disebut tak kunjung menyelesaikan pekerjaannya sejak dibentuk 2014 silam.
Tak hanya lemah dari sisi pengawasan, DPR periode 2014-2019 pun tak kunjung produktif dalam menyusun peraturan perundang-undangan atau menjalankan fungsi legislasi.
Berdasarkan laporan tahunannya, DPR telah menetapkan sebanyak 222 Rancangan Undang-undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2015-2019. Daftar tersebut terdiri atas 189 RUU -55 diantaranya adalah RUU prioritas- dan 33 RUU lain yang bersifat Kumulatif.
Riset yang dilakukan Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut RUU yang berhasil disahkan DPD hingga April 2019 hanya sebanyak 26 UU atau sebesar 10 persen dari total target Prolegnas. Jumlah itu sudah termasuk penetapan Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) menjadi UU.
Data terbaru dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) per 26 September, hanya 35 RUU yang berhasil disahkan dewan selama menjabat. Performa DPR periode ini jelas tak sebanding angaran dan fasilitas yang mereka peroleh. Jumlah total APBN yang dialokasikan untuk lembaga legislatif sepanjang 2015-2019 mencapai Rp 26,14 triliun. Rata-rata, anggaran DPR per tahun sebesar Rp 5,23 triliun. Evaluasi kinerja legislasi DPR sepanjang hampir lima tahun masa bakti, membuktikan bahwa DPR 2014-2019 mengalami persoalan serius dalam menghasilkan jumlah RUU. Dari 189 daftar RUU Prolegnas 2014-2019, DPR baru berhasil mengesahkan 27 diantaranya atau hanya 14 persen saja.[3]
Data ICW dan Formappi menunjukkan DPR hanya bisa menyelesaikan lima  sampai tujuh pembahasan UU atau revisi UU setiap tahunnya. Jumlah itu tentunya di luar RUU Kumulatif yang sudah disahkan.
Jumlah minim dan kualitasnya diragukan. Bahkan, tak sedikit produk legislasi DPR yang menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Salah satu yang paling menonjol adalah revisi UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menjadi UU MD3, Februari 2018 dan RUU KPK.
Substansinya banyak digugat oleh elemen masyarakat sipil. Dan hanya butuh tiga bulan saja bagi sejumlah elemen masyarakat sipil untuk menggugat UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, MK mengabulkan permohonan uji materi terkait pasal pemanggilan paksa bagi yang menghina atau merendahkan kehormatan DPR. Undang-undang disyahkan lalu digugat di MK itulah moti yang sering terdengar hari ini dimasyarakat.
Terkait UU KPK yang baru disyahkan, Koordinator Indonesia Corruption Watch ( ICW) Adnan Topan Husodo menuturkan dalam sebuah media, tak menutup kemungkinan pihaknya bersama Koalisi Masyarakat Sipil Kawal KPK akan menggugat revisi Undang-Undang tentang KPK yang disahkan DPR ke Mahkamah Konstitusi ( MK).[4]
Disamping mendampat Rapor Merah dari berbagai masyarakat, DPR 2014-2019 dikenal juga boros anggaran. DPR juga dikenai sebagai produsen koruptor, tercatat 23 anggota DPR terjerat kasus korupsi, 2 diantaranya dari unsur pimpinan DPR. Komisi V paling banyak yaitu 5 (limah) orang. [5] DPR 2014-2019 juga akan dikenang suka gonta-ganti Pimpinan mulai dari Setya Novanto sampai Bambang Soesatyo, setidaknya sudah 4 (empat) kalih berganti pimpinan.
Potret buram tersebut kian nyata saat dilakukan survei persepsi tentang kepercayaan publik terhadap lembaga negara yang dirilis Lembaga Survei Indonesia, Kamis (29/8/2019). Survei yang dilaksanakan pada 11-16 Mei 2019 menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.220 responden. Adapun margin of error 2,9% dan tingkat kepercayaan 95%. Salah satu hasilnya, DPR dan partai politik masih konsisten menempati posisi paling rendah dalam hal kepercayaan publik. Hanya 61% saja publik yang percaya dengan DPR dan di bawahnya ada partai politik dengan tingkat kepercayaan 53%. Sementara itu KPK menjadi lembaga paling dipercayai. Sebanyak 84% responden percaya kepada KPK.[6]
Dengan semakin berkurangnya kepercayaan publik terhadap DPR, hal ini tidak hanya akan menimbulkan antipatif masyarakat terhadap setiap kebijakan dan/atau kinerja DPR periode 2019-2024 kedepan. Menimbulkan pisimisme sosial yang pada akhirnya akan merenggut ligitimasi DPR sebagai wakil rakyat yang disemestinya mereka adalah simbol cita-cita refomasi sebagai bagian mimpi dari adanya Indonesia.
Maka hal yang tak kalah penting adalah DPR harus dapat merefleksikan diri sendiri, baik sebagai wakil rakyat maupun simbol keberadaan kedaulatan rakyat dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Introveksi diri, baik secara pribadi maupun organisasi merupakan hal utama. Baik secara moral maupun nilai agar masyarakat dapat melihat hal tersebut kedepanya dalam pola etika maupun hasil kinerja sebagai bagian utuh dalam mewujudkan cita-cita reformasi maupun kemerdekaan.
Pancasila yang seharusnya mengilhami cara pikir dan tindak DPR parka Reformasi, hari ini masyarakat banyak bertanya siapa yang sebenarnya merongrongnya. Pancasila hanya seperti alat serimonial dan pencitraan semata kalau dibandingkan dengan apa yang sudah DPR kerjakan dan pertontotnkan selama ini. Setidaknya hari Kesaktian Pancasila, harus kita renungi bersama bahwa upacara pelantikan dan pengambilan sumpah DPR hari ini, belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Baik secara etik mereka sebagai anggota DPR, maupun secara organisasis DPR sebagai lembaga yang diharapkan dan diamanakan mengemban amana kedaulatan rakyat.
Penulis adalah Masyarakat Pinggiran Kota Bengkulu.
Awang Konaevi S.H.
[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190918162147-32-431642/rapor-merah-dpr-galak-ke-kpk-mesra-dengan-rezim-jokowi
[2] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190918162147-32-431642/rapor-merah-dpr-galak-ke-kpk-mesra-dengan-rezim-jokowi
[3] https://fin.co.id/2019/05/16/rapor-merah-dpr-ri-periode-2014-2019/
[4] https://nasional.kompas.com/read/2019/09/17/15591151/icw-siap-gugat-hasil-revisi-uu-kpk-ke-mk
[5] https://www.alinea.id/infografis/rapor-merah-dpr-2014-2019-b1Xob9nM3
[6] https://www.uinjkt.ac.id/id/harapan-semu-dpr-baru/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUKUM ISTRI GUGAT CERAI SUAMI

Dalam kehidupan, banyak kejadian dan cerita hidup yang harus kita jalani meskipun hal tersebut sebenarnya tidak ingin kita lalui, perjalanan dalam kehidupan ini akan menemukan berbagai macam cerita yang sulit kita jelaskan, salah satunya seperti kehidupan berumah tangga. Bahwa dalam kehidupan berumah tangga ini akan dilalui oleh sebagian besar setiap manusia dan didalam kehidupan berumah tangga akan banyak liku-liku kehidupan yang naik turun, susah senang, sakit sehat, dll. Perjalanan kehidupan berumah tangga ini ada sebagian yang mengalami kehancuran/perceraian disebabkan oleh berbagai masalah yang mungkin sudah tidak sanggup lagi keduabelah pihak untuk tetap bersama. Disinilah kita akan menemukan pertanyaan besar yang pada dasarnya kita sudah mengetahui mengenai hukum pernikan dalam islam, bahwa jika sudah kedua belah pihak antara laki-laki dan perempuan telah menika maka hak sepenuhnya atas perempuan tersebut menjadi tanggung jawab laki-laki atau suami, sebab di dalam perkawinan ter...

APA ITU CINTA DAN SAYANG

Perbedaan antara cinta dan sayang yang umum dipahami seperti yang penulis ambil di google serta pendapat-pendapat yang perna penulis terima, dari pemahaman serta tafsir penulis cukup berbeda makna dan arti serta posisi cinta itu, diantaranya akan penulis uraikan, yaitu: Cinta sudah pasti disertai dengan perasaan sayang. Namun, perasaan sayang belum tentu disertai dengan perasaan cinta. Penjelasan Cinta adalah emosi yang terbentuk dari perasaan kasih sayang, perhatian, dan keintiman. Cinta juga bisa diartikan sebagai perasaan yang indah dan mewah, yang lebih mendalam daripada sayang. Sayang adalah perasaan lembut yang berbalut ketulusan dan tidak mengharapkan balasan. Sayang merupakan salah satu respons dalam diri manusia untuk menunjukkan empati, kepedulian, perhatian, dan rasa ingin melindungi terhadap manusia lainnya. Cinta dan sayang memiliki perbedaan yang cukup kontras, tetapi keduanya merupakan perasaan positif yang dapat memberikan kebahagiaan kepada mental manusia. Contoh perbe...

MENGASINGKAN DIRI

Mengasingkan diri adalah tindakan untuk memisahkan diri dari orang lain atau masyarakat, baik secara fisik maupun emosional. Mengasingkan diri dapat memiliki alasan dan dampak yang berbeda-beda. Dalam konteks spiritual, "suluk" atau "mengasingkan diri" (uzlah) berarti menempuh jalan menuju Tuhan dengan meninggalkan sementara hal-hal duniawi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Alasan Mengasingkan Diri Kebutuhan akan Privasi: Beberapa orang mungkin merasa perlu untuk mengasingkan diri untuk memiliki privasi dan waktu untuk diri sendiri. Menghindari Stres: Mengasingkan diri dapat menjadi cara untuk menghindari stres dan tekanan dari lingkungan sekitar. Mengatasi Masalah Emosional: Mengasingkan diri dapat menjadi cara untuk mengatasi masalah emosional, seperti depresi atau kecemasan. Mencari Kesunyian: Beberapa orang mungkin merasa perlu untuk mengasingkan diri untuk mencari kesunyian dan ketenangan. Mengembangkan Diri: Mengasingkan diri dapat menjadi cara untuk mengemba...